Postingan

pensiunan

Gambar
Salerana_mundzir Bisakah api berganti ranum senyum. sedang diri terbelenggu dlm kamar kedap udara. Sekuat apa berusaha, Alam seakan siap menelannya. Semesta bersedia membantunya Pintu pintu keangkuhan menyergap jiwa Larut dalam nanar luka. Hilang sudah jalan menuju terang Terkurung dalam lautan kebencian. Kulihat sepasang mata berbinar binar ingin menghakimi Dan sepasang tangan yang meronta ingin mengadili Ingin menunjukkan bahwa dirinya seperti kiai Mempasung semua orang dalam kesalahan yang menurutnya sendiri Padahal gemulai tingkahnya adalah bangkai. Torehan luka melayang bersama amarah, Kulihat rembulan masih tersenyum Dan bintang bintang menatapku dengan syahdu Di depan rumah, Bunga bunga masih setia merekah. Di tepi taman, aku bersantai Menyanyikan lagu kegilaan. Tentang kebencian. Ahhay ..... Begitu nistanya seorang pembenci Melebihi babi babi. Hahaha... Suaranya terlantar di pasar Benci bicara tapi orang-orang tidak mendengar mereka mrngunyah mentah mentah sebelum a...

kerinduan si pengembara

Gambar
Salerana Mundzir Seperti hujan yang mengecup gersang di kota ini Sebuah resah mendekap rintik rintiknya Mempasung semua langkah. Sudahlah ucapmu, di balik telepon. Mari kita bercakap, sampai anggur kesepian usai. Seperti kalimat yang terus menerus mengalir dari hati Tanpa jeda, tak mau diam. Memperlambat perputaran jam waktu Perihal kerinduan pada rumah di kota seberang. Seberapa sendu kau merasa kesepian? Bukankah itu sebuah pertanyaan? Atau sekedar basa basi perihal kerinduan? Atau bahkan kebencian terhadap waktu? Biarlah hujan di kota perantauan menjadi salam atas rindu yang tak mau terlelapkan. Tak perlu risau. Sebab perjalanan adalah guru rasa, yang tak pernah mengkhianati. Tetaplah bertapa, dengan mantra mantra dan puisi terindah. Sebut saja, jalan ini jalan kerinduan. Menempuh terjal bebatuan, dan lumpur lumpur kesunyian. Jika kakimu berdarah, dan wajahmu kusut. Itu bukan malapetaka. Melainkan bukti nyata bahwa engkau adalah sang pengembara. Yang suatu masa bunga bun...

puisi ini air mata

Gambar
Puisi ini air mata. Tidak ada kata yang terucap selain doa. Tiada tatap kecuali air mata. Air mata ini puisi.  Air mata menyuruhku menerjemahkan haru menjadi puisi.  Puisi menyuruhku berdoa. Mataku berlinang embun embun. Untuk meneguhkan hati yang gemetar. Ketulusan telah melangitkan setangkai bunga. Kesabaran membisik padaku, untuk menyelami lautan makna dan hikmah. Lalu kedua tanganku bersembahyang Dalam puisi airmata berisikan doa doa. Laahawla walaaquwwata illabillah Lahul fatihah Salerana_Mundzir Jember 04 November 2021

sebagai

Gambar
Salerana_Mundzir Sebagai pengendali jejari kata Menyulam aksara menjadi cerita Jutaan rasa mencipta dunia cinta, samudera luka Menulis citra rasa kecamuk sengketa Sebagai pelukis pena luka Merajut serat jiwa dalam warna Kerontang jiwa tergambar suasana Puisi meledak hamburkan pesona rasa Tapi, aku bukan penyair piawai Sekadar, sebatas memulung kata yang terurai Lukisan akan abadi, warnanya tak akan pernah pudar Sebab tintanya adalah darah luka Yang mempuisi dalam diri bajingan Kau sering hinaku keliru  Ketika panas meminta hujan Ketika hujan kesal meminta berhenti Mestinya kau tak harus mengutuk ketulusan menjadi bajingan Ah wanitaku. Akulah gairah yang kau kutuk menjadi keputus asaan. Namamu terlukis durja sebagai kemunafikan. Salerana_mundzir Jember 02 November 2021

syair penyair

Penyair bersyair dalam kemarau cintanya Di halaman bunga, bunga bunga terbangun. Riuh syair penyair ingin mengusap air mata yang mengaliri pipi kekasih, agar kembali melihat senyum melati. Syair penyair, mempuisikan lirik-lirik hidup kekasih  Dengan hamburan anggur yang manis, mungkin sesekali penyair merintih, meratapi wajah kekasih,   Menyanyikannya, ketika sepi menyelimuti. Aduhai begitu gontai langkah katanya. Bersajakkan namanya. Rembulan menutup wajahnya, tatkala syair syair terlantunkan dengan sahaja  Wajah malam memerah, seperti bintang bintang yang berkedip manja. Ahhay. Puisi puisi menari menembus cakrawala kemesraan. Penyair sedang membatu ketika sang kekasih bersimpuh di depannya. Sesekali penyair menggairahkan jiwa pujangga. Tak ada daya. Senyum kekasih, dan tatapannya. Mempasung tenaganya. Salerana_mundzir Jember 12 Oktober 2021

tetap mencintaimu dari sini

Gambar
Salerana_Mundzir Dedaunan menari di setiap suara yang riuh akan namamu melembutkan desau  Atas rintik cinta yang disentuh udara Lebat di antara telaga hujan Kau, luruhkan  Kembali air mata doa mengalir di sepanjang pantai tengadah Dan senja beranjak menua memekarkan keindahan sayapnya Malam beranjak gulita. Aku tak pernah lelah merinduimu, Melati. Ketika fajar mengelus wajah pagi Sedang embun sedang asyiknya mengecup bibir daun. Pada bias matahari itu aku selalu titipkan belaian Agar membawanya kepadamu Melalui jendela kamarmu. Ingatlah melati. Jikalau engkau membuka jendela Sedang engkau merasakan kehangatan. Itulah belaian yang aku maksud dalam puisi yang tertulis. Hiruplah udara pagi yang menyapu awan pelangimu Percayalah, cinta tidak pernah salah,  Dalam menyampaikan salamnya. Yakinlah Aku tetap cinta dan setia kepadamu. Salerana_Mundzir Banyuputih 30 September 2021

mataku memerah

Gambar
Salerana_mundzir Foto @fuadalfin_v Mataku memerah menyala Ingin menghantam dan memanah Berkobar api ingin membakar rasanya Menelisik misteri tergelap yang terpampang  Ingin sekali aku membakar kertas kertas senyum yang berisikan omong kosong Lalu menyimpan butiran debunya di dalam lemari kepuasan Mengiringi dengan nyanyian atau tangisan dan kesedihan Mataku memerah menyala Ingin meraba Sebagaimana kemesraan dalam bersenggama Dan mengecup wajahnya dengan hantaman kepalan karang Lalu menaburinya dengan sajak sajakku yang busuk Mataku memerah menyala Menulis surat dengan mantra mantra yang tak pernah libur Dalam tatap mata nanar. Pada masa masa itu, tatap mata yang merah  Ingin mendeklarasikan petir puisi seraya mengunyah kepedihan. Salerana_mundzir Jember 26 September 2021

tatap mata

Gambar
Salerana_Mundzir gambar oleh @fuadalfin_v Sebuah tatap saling bermuara pagi Pada Simpang tangan menyuap nasi Ada segenggam pesona terlahap bersama detak jantung  Memikat sepasang mata, di terik panas memanja. Tatap mata masih tak beralih Membentang cahaya matahari Mangkok mangkok penuh terisi puisi Sajak sajak tersusun rapi Tatap mata masih tak beralih Menyisir pesona dan juntaian gaun bidadari. Terukir senyum seorang jutawan. Meski bentuk pelanginya tidak sama. Tapi rasanya sama. Tatap mata masih tak beralih Sendok sendok menari dengan irama kesyahduan cinta Angin angin berdansa ramonsa  Tatap mata masih tak beralih Pada tumpukan gelas berisi dingin pesona Dan rindu rindu makin membeku  Terbayang kelebat saat wajahnya terbenam jarak Tatap mata masih tak beralih Perihal temu di warung nasi Cinta begitu lapar meronta Meminta temu kembali  Pada tatap mata masih tak beralih Sehimpun puisi di warung nasi tersaji. Pada tatap mata yang masih tak beralih, ingin ...

kicau burung di sore yang mendung

Gambar
Salerana_mundzir Mendung di atas atap rumah  Engkau menatapnya dengan resah Perihal pakaian yang masih basah Mengira wanita itu juga mencintaimu Dalam rumah engkau berucap "dia berhutang rasa kesetiaan padaku" Langkah langkahmu menderitkan kata itu berkali kali. Tanpa sadar kebosanan semesta menjelma pedang kebencian. Yang diam diam mencari cela untuk menghantam. Suara burung di ranting sebelah gubuk Berkicau amanat serupa petir menyambar. Dalam kesejukan angin  Kicau itu menyapa Indra  Yang terdengar " Setiap mereka yang meyakini terlahir ke dunia dengan Cinta, mereka tak akan merasa pantas menyebarkan kebencian dan permusuhan dengan sesamanya. " Semakin dalam kajian kicau burung di tempurung otakmu Kebencian semakin tumbuh dan besar menjulang. Ia tumbuh subur diantara padang bunga dan rindang pepohonan kebencianmu. Sedang hunus keangkuhanmu semakin lebat  jauh sebelum deru nafas mengenalnya. Jiwa kebencian semakin meronta Dan engkau perlahan lahan mera...

sebait puisi di malam Minggu

Gambar
Salerana_mundzir Ada kopi yang begitu riuh bila disebutkan namamu.  Ada kopi yang mesra bila diseruput bersamamu. Sebait puisi di malam Minggu. Tersaji di beranda kopiku. Perihal mu yang tak bertepi. Jarak serupa bajingan  Nyalinya adalah rindu yang tak berperi ketenangan Dan bayangan adalah salah satu hal menggairahkan Seperti gerimis mengundang keresahan Dimatamu selalu bersemayam lalu lalang sang pujaan Pada musuh yang bernama waktu  Bajingan itu bernama rindu Dalam bumi pujangga ia akan terus membara Membakar kewarasan jiwa. Ah cinta yang sunyi di malam Minggu  Riuh dengan senapan rindu Serupa sunyi, yang menghantam tanpa aba aba Salerana_mundzir Asembagus 19 September 2021

aku tulis puisi dari pena nurani

Gambar
Salerana_mundzir Aku tulis puisi dari pena nurani Kepada yang terhormat Terompah kemuliaan yang telah sepanjang jalan mengembara Menjejaki jalan jalan terjal  Dari pintu gerbang pertapaan ilmu Yang riuh dengan hiruk pikuk dzikir cinta  Teringat saat kita saling berbisik Diantara aliran darah dan lintasan bunyi terompah Debu debu menempelkan sajak sajak kehidupan Suara perjuangan melengking Tangan terkepal menyekap bara api  Bekasnya menjadi kebanggaan  Diantara mekaran bunga bunga kerinduan Masih adakah yang bertanya, atau yang ingin di pertanyakan? Tentang rumah besar perjuangan? Dan pohon besar pengabdian? Tempat embunembun dan daun bercengkrama Ketika ruang ruang rumah terisi dan pintunya terbuka Bergegaslah masuk Mendadak terasa begitu damainya kesejatian cinta Marilah kembali berbakti bukan unjuk diri Tanpa perlu mengharapkan lebih Tuntutan asa tak sebatas pamrih Di antara lelah dan hujan peluh ada bunga-bunga tersenyum bahagia Tatkala melihat para p...