kerinduan si pengembara

Salerana Mundzir


Seperti hujan yang mengecup gersang di kota ini
Sebuah resah mendekap rintik rintiknya
Mempasung semua langkah.
Sudahlah ucapmu, di balik telepon.
Mari kita bercakap, sampai anggur kesepian usai.
Seperti kalimat yang terus menerus mengalir dari hati
Tanpa jeda, tak mau diam.
Memperlambat perputaran jam waktu
Perihal kerinduan pada rumah di kota seberang.
Seberapa sendu kau merasa kesepian?
Bukankah itu sebuah pertanyaan? Atau sekedar basa basi perihal kerinduan? Atau bahkan kebencian terhadap waktu?
Biarlah hujan di kota perantauan menjadi salam atas rindu yang tak mau terlelapkan.
Tak perlu risau.
Sebab perjalanan adalah guru rasa, yang tak pernah mengkhianati.
Tetaplah bertapa, dengan mantra mantra dan puisi terindah.
Sebut saja, jalan ini jalan kerinduan.
Menempuh terjal bebatuan, dan lumpur lumpur kesunyian.
Jika kakimu berdarah, dan wajahmu kusut.
Itu bukan malapetaka.
Melainkan bukti nyata bahwa engkau adalah sang pengembara.
Yang suatu masa bunga bunga melati ingin mengaji cerita perjalanan
Tentang lontang lantong kaki yang berpuisi.
Sampai berdarah darah dan matanya menangis nanah.

Salerana_mundzir jember Sabtu 20 November 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyongsong Kehidupan di Situbondo

kampungku pesisir mimbo

Cinta bersemi dalam penjagaanmu