kicau burung di sore yang mendung

Salerana_mundzir


Mendung di atas atap rumah 
Engkau menatapnya dengan resah
Perihal pakaian yang masih basah
Mengira wanita itu juga mencintaimu
Dalam rumah engkau berucap "dia berhutang rasa kesetiaan padaku"
Langkah langkahmu menderitkan kata itu berkali kali.
Tanpa sadar kebosanan semesta menjelma pedang kebencian.
Yang diam diam mencari cela untuk menghantam.
Suara burung di ranting sebelah gubuk
Berkicau amanat serupa petir menyambar.
Dalam kesejukan angin 
Kicau itu menyapa Indra 
Yang terdengar " Setiap mereka yang meyakini terlahir ke dunia dengan Cinta, mereka tak akan merasa pantas menyebarkan kebencian dan permusuhan dengan sesamanya. "
Semakin dalam kajian kicau burung di tempurung otakmu
Kebencian semakin tumbuh dan besar menjulang.
Ia tumbuh subur diantara padang bunga dan rindang pepohonan kebencianmu.
Sedang hunus keangkuhanmu semakin lebat 
jauh sebelum deru nafas mengenalnya.
Jiwa kebencian semakin meronta
Dan engkau perlahan lahan merayap ke dalam limbah api kemusnahan.
Tuan,
Seikat bunga mawar tak bisa di tawar keindahannya
Sekuntum melati tak bisa di kalkulasi keharumannya
Hak dari cinta adalah di dalam hati
Bila hati telah terisi 
Maka relakan lah, tuan
Itu pertanda kau hanya sebatas mencintai bukan memiliki
Melangkahlah pergi Seraya berpuisi

Salerana_mundzir Jember 20 September 2021 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyongsong Kehidupan di Situbondo

kampungku pesisir mimbo

Cinta bersemi dalam penjagaanmu