catatan jiwa pujangga


Dalam perjalanan hidup yang tak terduga, saya tidak pernah menganggap diri saya sebagai penyair. Cita-cita saya bukan melukis kata-kata di atas kanvas puisi, melainkan menjalani hari-hari yang sederhana. Namun, jiwa pujangga ini lahir dan berkembang saat saya mondok di Sukorejo, di antara dinding-dinding yang sakral, di mana setiap waktu terisi dengan tafakkur, dzikir, dan renungan.
Di Sukorejo, suasana terhampar penuh makna. Tinggal san menetap dirimbun ilmu dan doa para masyaikh,  dan hidup bersama santri dari berbagai macam latar belakang, saya menemukan inspirasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Beliau, dengan seruan yang lembut, senantiasa melukis cinta di hati para santri dan umat, menggugah jiwa dengan kata-kata yang puitis, meski terkadang tanpa bait. Setiap kisah dan biografi yang saya baca menjadi petunjuk, memandu langkah saya dalam menyelami lautan kedamaian.
Dari para beliau guru guru, saya menyerap kematangan jiwa, memahami hakikat kehidupan yang lebih dalam. Jiwa pujangga ini semakin terbentuk, bagai benih yang tumbuh subur di tanah yang subur. Dengan setiap dzikir yang terucap, hati saya bergetar, ritme setiap detak jantung saya mengiringi labirin kata-kata yang muncul.
Dalam keheningan malam, saya merasakan kekuatan luar biasa yang lahir dari kejernihan doa dan ruhani. Sebuah gelombang inspirasi mengalir dalam diri saya, mengukir sajak kehidupan yang penuh makna. Mengingat setiap momen berjalan bersama beliau, setiap ajaran yang ditanamkan, hati saya dipenuhi rasa syukur, karena beliau telah memberikan warna pada lembaran kehidupan saya.
Kini, meskipun cita-cita saya bukan untuk menjadi penyair, jiwa ini tak dapat dipisahkan dari seni. Kata-kata mengalir lebih dari sekedar ungkapan; beliau adalah refleksi dari rasa syukur dan pengabdian. Di balik setiap bait yang mungkin tak tertulis, ada kisah yang menunggu untuk diungkapkan. Di antara dzikir dan tafakkur, puisi hidup saya berkembang, semangat pujangga berpadu dengan cinta yang tulus kepada para masyaikh dan jiwa-jiwa yang berkelana dalam cahaya kuasanya.

19.59
19.02.2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyongsong Kehidupan di Situbondo

kampungku pesisir mimbo

Cinta bersemi dalam penjagaanmu