Qosidah Burdah Menuntunku
Salerana Mundzir
Di tengah malam yang hening, ketika bintang-bintang berkelip seperti lampu-lampu harapan, aku duduk merenung dengan sebuah buku di pangkuanku. Halaman-halaman itu bercerita tentang cinta, kerinduan, dan kerinduan yang mendalam pada Sang Nabi. Itulah Burdah, syair agung karya Al-Busiri, yang meresap ke dalam jiwa dan menggetarkan hatiku.
Setiap baitnya seperti embun pagi yang menyejukkan, menyentuh relung terdalam dari hatiku yang kadang merasa gersang. Kata-kata yang terangkai dalam Burdah bagaikan aliran sungai yang membawa kedamaian, mengalir lembut menembus diriku, membangkitkan semangat cinta yang telah lama tidur.
Dalam setiap syair, aku menemukan puisi yang tak hanya indah, tetapi juga sarat akan makna. Melalui penggambaran kecintaan yang mendalam terhadap Rasulullah, aku belajar bahwa cinta sejati tak mengenal batas. Ini adalah cinta yang tulus, yang dapat menyatukan hati dan jiwa dalam harmoni yang abadi.
Kekagumanku terus tumbuh, seolah setiap kata di dalamnya adalah nyanyian yang mendesirkan rasa rindu yang tak terkatakan. Dengan setiap bait yang kubaca, aku teringat akan perjalanan ruhani yang kutempuh, mengajak diriku untuk lebih mendalami arti cinta—cinta yang bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk Sang Pencipta.
Burdah seakan berbicara padaku bahwa puisi adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan yang Ilahi. Dalam keindahannya, aku menemukan arah dan tujuan.
Komentar
Posting Komentar